[PARENTING INFO] What Is Wrong Being A Working Moms?

Senin, 19 September 2016


Tulisan ini diambil dari Notes FB aku yang ditulis pada tanggal 7 Agustus 2011, disaat lagi memanasnya opini tentang Full Time Moms vs Working Moms saat itu.


“Sengaja minggu ini aku ambil cuti 2 hari sebelum wiken, disamping papih-nya Darell lagi tugas luar kota, aku juga mau ngabisin waktu sama Darell dan istirahat. 


Aku emang bukan stay at home moms, aku kerja Senin-Jumat dengan jam kerja yang minimal pulang sampe rumah jam 7an malam. Jadi pas week day itu, waktu aku dengan Darell cuma sedikit di pagi hari sisanya di malam hari. Terus begitu, entah sampai kapan. 

Yes, I am a working mom. What is wrong with that? Ada kalanya aku berkeinginan untuk hanya urus rumah, suami dan anak. Apalagi disaat Darell sakit kayak kemarin-kemarin ini. Sedih banget nggak bisa dampingi Darell 24jam. Walaupun pada malam hari aku jagain+rawat Darell sambil begadang dan esok harinya tetap kerja seperti biasa. Sering kok merasa sedih malah pernah nangis karena belum bisa jadi full time moms seperti pada umumnya. Menjadi ibu yang bekerja adalah pilihan aku. Secara sadar aku tau pasti konsekuensinya dengan bekerja akan berkurangnya quality time bareng-bareng Darell. Once again, semua pilihan ada konsekuensinya dan harus bisa bertanggungjawab atas pilihan tersebut. 


Satu hal yang aku tekankan disini. Aku menjadi working mom tidak mengurangi rasa sayang, cinta dan perhatian sebagai ibunya Darell. Darell pun nggak akan kehabisan kasih sayang, cinta kasih dan perhatian dari aku sebagai bundanya. Aku tetap memperhatikan perkembangan Darell setiap harinya. Bukan kuantitas sebagai ibu yang diperlukan namun juga kualitasnya yang terus menerus memberikan yang terbaik untuk Darell. Aku bekerja pun semata untuk kepentingan masa depan Darell. 



Terlalu naif bila ada yang men-judge ibu yang bekerja tidak bisa memberikan yang terbaik untuk anaknya. Atau, ibu yang bekerja disebut egois karena terlalu banyak menghabiskan waktu di kantor ketimbang bersama dengan anak. Lagi pula banyak contoh ibu yang bekerja berhasil membentuk karakter dan pribadi anaknya menjadi manusia yang kuat, sholeh dan cerdas juga berguna untuk lingkungan sekitar.

Disini aku tidak membandingkan antara Stay at Home Moms dan Working Moms. Semua ibu, apapun kegiatannya akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. 


So, aku bangga bisa menjalani peran ganda di kehidupan yang aku jalani saat ini. Menjadi seorang ibu, istri juga karyawati. Dengan niat yang baik diiringi usaha yang sungguh-sungguh semua bisa dilalui inshaa Allah dengan baik bersama ridha اَللّهُ swt.

For all working moms out there, you are not alone dear! You are also deserve to be called as a Moms. Memang menjadi ibu bekerja sangatlah tidak mudah. Tapi jika kamu melakukannya dengan benar, pastinya dapat menikmati peran sebagai Working Moms. Bersyukurlah, karena tak semua wanita dapat melakukannya. Saat kamu dapat membagi waktu dengan baik antara pekerjaan dan rumah tangga, artinya kamu adalah wanita yang patut diacungi jempol! 


Walaupun opini negatif masih banyak beredar seputar ibu yang bekerja, tak selamanya benar. Bagaimanapun semua tergantung kita dan pilihan kita menjadi ibu yang bekerja serta bertanggung jawab dan berani mengambil konsekuensi atas pilihan tersebut. Lagian, nggak bisa juga dibuktikan bahwa anak-anak yang punya sifat negatif berasal dari ibu yang bekerja, kan? 

Jangan sedih ya tsay! Kenyataannya, banyak juga dampak positif yang didapat dari anak-anak yang ibunya bekerja. Seperti yang aku sebutkan dibawah ini:

1. Anak lebih mandiri 

Anak-anak dari ibu yang bekerja akan terbiasa bangun pagi dan melakukan hal sendiri a.k.a mandiri. Seperti mandi sendiri, mempersiapkan diri ke sekolah sendiri, terbiasa melakukan sesuai jadwal karena mencontoh ibunya. Kebiasaan yang mereka lakukan ini selama bertahun-tahun dapat menumbuhkan sikap mandiri sedikit demi sedikit. Ketika dewasa pun mereka bisa hidup mandiri jika terpaksa menjalani hidup jauh dari orangtua karena pendidikan.

2. Ibu bekerja jauh dari depresi dan selalu manage untuk bahagia menyebarkan energi positif

Aku sebagai ibu bekerja nggak punya waktu untuk menyimpan hal-hal negatif seperti marah, cemas dan sedih yang berasal dari dalam diri sendiri. Karena masih banyak hal lain untuk dipikirkan dan dikerjakan, semua harus selesai pada waktu yang telah ditentukan. Bisa dibilang nggak ada waktu untuk berdiam diri apalagi tenggelam dalam penyesalan. Terlebih jika bersama Darell, aku selalu ceria di depannya, memberikan aura positif agar Darell pun merasa nyaman dan bahagia. 

3. Ibu bekerja adalah teladan bagi anak-anaknya

Bagi anak perempuan yang memiliki ibu bekerja, akan tumbuh menjadi wanita dewasa yang nggak hanya memikirkan menikah sebagai tujuan hidupnya saja. Mereka akan terbiasa melihat ibunya yang bekerja, aktif dan mandiri. Sehingga membuat mereka ingin mengembangkan potensi dan memiliki pencapaian di masa depan yang jauh lebih baik sesuai dengan kodratnya sebagai wanita. Ibu juga memerlukan ketrampilan yang baik, pengetahuan yang cukup dan mental yang kuat untuk dapat mendidik dan merawat anak hingga ia dewasa nanti. 

Sedangkan bagi anak laki-laki yang ibunya bekerja, mereka jadi terbiasa membantu pekerjaan rumah tangga seperti cuci piring, bebenah kamar, menyapu ataupun memasak. Hal ini pun menjadi nilai lebih bagi mereka yang membuat mind set mereka terhadap pekerjaan rumah jadi lebih berwarna. Nggak ada lagi tuh pembagian kalau cuci piring hanya buat wanita aja. Semua pekerjaan itu penting. Mereka pun jadi terbiasa jika ingin makan akan memasak sendiri dan menyiapkannya sendiri. 

4. Anak ibu bekerja lebih baik dalam hal akademis

Ibu yang bekerja terbiasa dengan jadwal things to do keseharian yang sudah ia siapkan sebelumnya. Ia harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan dan kebutuhan suami juga anak-anaknya. Di malam hari, ia akan tidur setelah anak-anaknya tidur. Lalu ia akan mengecek tugas atau PR anak-anaknya. Nah, anak-anak ibu bekerja akan menirukan semua yang dilakukan oleh ibu mereka. Mereka akan mencontoh apapun yang ibunya lakukan. Ketika ibunya terlihat sering membaca laporan-laporan dari paper work-nya dan mengerjakan tugas-tugas mendadak kantor di rumah. Anak-anak akan melakukan hal serupa. 

Jadi inget nih, Darell pernah tiba-tiba bilang ke aku, bundanya, dengan membawa beberapa kertas hasil coloring dan spidol ditangannya, "Bun, ini tugas-tugas Darell udah selesai, Darell taro dalam tas lagi ya. Sekarang Darell cuci muka, tangan, kaki dan sikat gigi terus bobo. Besok tugas Darell ini mau dikasih ke Ibu guru." Lucu banget ih sang anak bujang kesayangan Bunda Aie. :D

Jadi, nggak heran kalau anak-anak ibu bekerja mampu mendapatkan nilai rapor yang bagus, karena terbiasa membaca juga  tahu kapan waktu bermain dan belajar. 

Untuk itu, mari putar balikkan pendapat miring tentang Stay at Home Moms & Working Moms dengan mendidik anak-anak sebaik mungkin agar mereka tumbuh menjadi pribadi baik yang berguna bagi lingkungan sekitarnya. 

"Working Moms, Stay at Home Moms, 
They're Both Extremely Hard Jobs on Earth."

24 komentar

  1. Apa pun pilihannya. Tetap kereenn jadi seorang Ibu. Salud lah sama working moms yg bisa membagi waktunya. Suka heran dan takjub juga sama Mba Aie. Gilee udh kerja, ngurus rumah-tangga, sempat ngeblog dan lebih rutin ngeblog ketimbang eyke *angkattopi* mobilitasnya tinggi.. weekend tetep aktif keluar pulak, gilee nda ada lelahnya. Jadi begitu, buat aku yg masih single termotivasi buat lebih aktif lagi dr working moms yg kece2 ini..
    semangaatt bu... emak...

    BalasHapus
  2. ku fansya kaka aieee:P

    aku aja segini blm berumah tangga udah merasa lelah dan masih susah memanage waktu/ Selalu salut sama macan macan yang aktif tapi tetap telaten ngurus anak. Goodluck & keep fighting kaka aie :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. semua wanita superwoman ifa, pasti bisa manage waktu sebaik2 mungkin apalagi buat anaknya hehehhe, cium ifaaa :)

      Hapus
  3. Issshh jagoan anet cih bunda darell. Mau ibu bekerja atau di rumah aja, dua2nya tetap mulia dan sama syuliiitnyaaa.. Kalo dibanding2in mah ngga akan kelar ya cyiiin.. hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. emberan cyiin.. ga kelar sampe bumi tak bundar lagi yee heheheheh :)

      Hapus
  4. Setujuu sama point pointnya Ka Aiee. Working moms jugaa sama challengingnya dengan Stay at home moms, aku pun rencananya nanti pas punya anak tetep pengen bekerja hehe. Semangat selaluu Ka Aiee :)

    BalasHapus
  5. Kalau kita kerja kan jadi ngga ngerecokin uang rumah tangga kalau mau beli lipen, hahaha :p

    BalasHapus
  6. Kalau kita kerja kan jadi ngga ngerecokin uang rumah tangga kalau mau beli lipen, hahaha :p

    BalasHapus
  7. Apapun situasi & kondisinya, Ibu tetaplah Ibu, semua hebat semua sayang anak :)

    BalasHapus
  8. Setuju mba :D umi hana juga working mom :) semangat mba aie :D

    BalasHapus
  9. poin ke2, bener bangetttttttt ^o^... dengan kerja, aku jauuuh lbh bahagia mba... pas maternity 3 bulan aja aku lgs pusing pgn cepet kerja lagi.. bosen to the maxlah di rumah aja... -_-.. makanya pas ada wacana maternity harusnya 6 bulan, aku trmasuk yg tidak setuju ;p.. dan dgn kerja, ga ada ceritanya bujuk2 suami utk minta tambahan uang buat traveling cth nya:D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi Fanny iya banget ya, aku pun merasakan demikian :) thanks komennya :)

      Hapus
  10. Bunbes....aku terhura, setiap perempuan itu udah pasti superwoman hehehe. Kalau kita selalu positif, insya Allah energi pun positif. Karena suami nggak bisa bedain lipen 30rb sama 300rb *eh* hahahaha :p

    BalasHapus
  11. I'm a stay-at-home mom with businesses going on. Both my mom & sister have always been corporate/institution working moms, so I get where you are coming from. Before I was married and had a baby, I had always romanticized the idea of being a working mom - you know, having your own life, more money/empowerment to myself, and encouraging kids to be independent, academically-successful and respectful of women etc etc.

    That being said, that all changed when:
    1. I had my little bub. I just couldn't trust him with any other person, still exclusively breastfeeding (selalu gagal mompa pula hiks) and decided to wait until he's finished BF-ing at 2 yo.. which is pretty soon from now!
    2. I discovered that I can have it both way. You know, self-empowerment, money, lots of quality time with kids, etc. And so husband and I have a myriads of businesses while he also stays working as full-time manager. I also keep maintaining close contacts while getting new friends/accolades through groups, exercise classes etc.
    3. There is no right and wrong way to raise a kid.
    Sure we all have principles, but at the end of the day, every family know what is best for their own units. Having both parents who are corporate workers may work for some, but may not work for other families.
    4. I could point out also the benefits of having a stay-at-home mom in the family, but those we can easily google :)

    To sum it up, this mommy war has become too old. So one mom is better cause she a masters/undergraduate degree, or she can/can not cook, breastfeeding/bottle-feeding, working/staying-at-home, live in this part/that part of Jakarta, wearing this type of clothing or brand etc etc... how many more centuries can we claim to be "better" just because we deem it better for ourselves and or our little families?

    Here's a little secret:
    We don't have to. None is better than the other. As women we can - and MUST choose what is uniquely best for our little ones. It is our prerogative.

    God knows how many times other moms have criticized me for whatever decision I've taken with regard to child-rearing (I'm a health-conscious, Dr Sears' attachment-parenting type of mom. Definitely not your typical mak mak Indonesa).

    Even my mom & sister used to criticize my decision not to pursue a corporate career - they think I'd just sit around at home, waiting for le husband to lay his money on my hands.. UNTIL they see how actually busy and accomplished (both psychologically and financially) I am as of now :)

    Gotta love your last quote:
    "Working Moms, Stay at Home Moms,
    They're Both Extremely Hard Jobs on Earth."
    .... I just wish more individuals could really understand this.

    BalasHapus
  12. Apapun pilihan kita, selama itu diridhoi oleh suami dan anak, Insya Allah menjadi ladang pahala kita dimanapun dan apapun yang kita kerjakan. setuju ? :)

    BalasHapus
  13. Sebagian mommies sering kelebihan energi dan kekurangan kerjaan hingga doyan banget menyulut mom war. Adaaaa aja yang diributin. Padahal coba ya kalo energi itu disalurkan untuk memotivasi dan mendukung sesama mommies. Setuju banget tuh sama kalimat terakhirnya :)

    BalasHapus
  14. Masya allah.. meskipun aku belum jadi seorang mom, tapi insyaa allah mungkin akan merasakan hal yang sama dg mbak Aie. Mungkin karena Nisa jg tumbuh dengan kasih sayang seorang ibu yang juga bekerja, jadi sekarang bisa belajar menjadi sepertinya. Insyaa Allah, Allah kasih balasan berlipat ganda ya mbak Aie.

    Oh ya, biar makin semangat, aku kasih tulisan bagus dari temenku boleh ya? Semoga makin semangat jadi seorang working mom :)

    https://dewinaisyah.wordpress.com/2016/07/23/istri-paruh-waktu-atau-hamba-sepenuh-waktu/

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)