Ada satu momen kecil yang tiba-tiba terasa besar buatku.
Beberapa bulan lalu, Darell — anak semata wayangku yang sebentar lagi berusia 15 tahun — tiba-tiba bilang,
“Nggak usah dipesenin Gojek lagi, Bun. Aku naik Transjakarta aja.”
Cuma kalimat sederhana. Tapi jujur, di hatiku rasanya seperti klik, tanda sebuah fase baru sedang dimulai.
Selama bertahun-tahun aku terbiasa memastikan semuanya aman buat dia: sarapan, bekal, pesan ojek, chat "udah sampai belum", dan sederet rutinitas khas ibu bekerja yang masih ingin “memeluk” anaknya di tengah kesibukan kantor. Tapi sekarang, anakku yang dulu selalu nunggu dijemput itu… sudah bisa pulang sendiri, mandiri, dan tahu arah pulangnya ke rumah — bahkan ke dirinya sendiri.
Fase Baru yang Diam-Diam Mengubah Banyak Hal
Di usia 40-an ini, aku mulai menyadari satu hal: menjadi ibu itu perjalanan belajar yang nggak pernah berhenti.
Waktu Darell masih kecil, tantangannya adalah begadang, menyuapi, mengurus sekolah, sampai drama susah makan.
Sekarang, tantangannya adalah melepas — tanpa merasa kehilangan.
Kadang aku masih kepikiran, “Dia udah makan belum ya?” atau “Dia aman nggak di jalan?”
Tapi di saat yang sama, aku juga belajar percaya.
Percaya bahwa anakku tumbuh bukan untuk terus dalam genggamanku, tapi untuk punya pijakan sendiri.
Percaya bahwa rasa khawatir itu tanda cinta, tapi cinta yang dewasa tahu kapan harus memberi ruang.
Melepas Bukan Berarti Menjauh
Sebagai working mom, aku sempat merasa bersalah — merasa nggak cukup hadir, nggak cukup waktu, nggak cukup segalanya.
Tapi sekarang aku belajar bahwa kehadiran bukan selalu tentang ada secara fisik, melainkan tentang memberi rasa aman, memberi teladan, memberi dukungan yang tulus.
Setiap kali Darell cerita tentang hari-harinya di bus, tentang lagu yang dia dengarkan atau penumpang yang bikin dia geli, aku tahu — kami masih terhubung.
Melepas bukan berarti menjauh.
Itu cuma bentuk cinta yang berubah bentuk.
Kalau dulu aku menggenggam tangannya di zebra cross, sekarang aku cukup menatapnya berangkat dengan doa dalam hati.
Kadang aku masih menahan air mata, tapi kali ini bukan karena sedih — melainkan karena bangga.
Tentang Diri Sendiri yang Juga Belajar Mandiri
Ternyata bukan cuma Darell yang sedang tumbuh. Aku juga.
Belajar mandiri sebagai ibu yang anaknya sudah tak lagi butuh pengawasan penuh.
Belajar menikmati waktu untuk diri sendiri tanpa merasa bersalah.
Belajar bahwa kehilangan rutinitas mengurus anak setiap detik bukan berarti kehilangan makna menjadi ibu.
Aku mulai menemukan ruang baru untuk diriku — menulis lagi, fokus pada pekerjaan, atau sekadar duduk menikmati kopi sore tanpa suara notifikasi “Bun, udah pesenin ojek ya?”.
Dan anehnya, itu terasa... damai.
Setiap Ibu Akan Sampai di Fase Ini
Kalau kamu juga ibu yang sedang belajar melepas, aku paham.
Kadang rasanya seperti kehilangan bagian dari diri kita sendiri. Tapi percayalah, mereka tidak pergi — mereka hanya tumbuh.
Dan tugas kita adalah tumbuh bersama mereka.
Karena menjadi ibu bukan soal berapa lama kita menggenggam, tapi seberapa tulus kita melepaskan dengan cinta.
Penutup
Kini setiap kali aku melihat Darell berangkat sendiri dengan ranselnya, aku tersenyum.
Dia sudah tahu jalan pulang.
Dan aku pun sedang belajar, bahwa rumah bukan cuma tempat anak kembali — tapi juga tempat ibu menemukan dirinya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)