Ada momen di mana aku pernah merasa hidupku seperti punya dua layar. Di satu sisi, aku duduk di depan laptop, rapat via Zoom bersama tim, membicarakan strategi, deadline, dan target perusahaan. Tapi di sisi lain, layar kecil di ponselku tiba-tiba muncul notifikasi dari grup WhatsApp sekolah: “Bu, besok anak-anak ada tugas bikin kostum profesi, ya.”
Seketika, otak ini harus switch cepat: dari strategi bisnis ke ide bikin kostum dadakan untuk anak sekolah. Dan jujur aja, itu bukan hal yang mudah. Well, artikel kali ini aku akan sharing gimana aku selalu berusaha untuk bisa merayakan pilihan menjadi working mom. Shall we start now?
Dunia Pertama: Dunia Kerja yang Penuh Target
Sebagai working mom, aku sering merasa seperti akrobat yang menyeimbangkan diri di atas tali. Pekerjaan punya tuntutannya sendiri—deadline, meeting, laporan, hingga hal-hal mendadak yang nggak bisa ditunda.
Ada satu kejadian yang masih aku ingat jelas. Hari itu, aku baru saja masuk ruang meeting untuk presentasi digital activity campaign di depan client. Aku sudah siap dengan data dan slide presentasi, tapi tiba-tiba HP-ku bergetar—pesan dari wali kelas anakku: “Bu, mohon izin, anaknya lupa bawa tugas prakarya, bisa segera dikirim ke sekolah?”
Aku terdiam sebentar, mencoba tetap fokus. Dalam hati bergumam: “Dunia kerja nggak bisa nunggu, tapi dunia anak juga nggak bisa ditinggal.”
Dunia Kedua: Dunia Rumah dan Sekolah Anak
Setelah meeting selesai, aku langsung berlari kecil keluar kantor, menuju minimarket untuk beli alat prakarya. Rasanya seperti superhero yang ganti kostum mendadak—baru aja selesai jadi corporate woman, sekarang harus jadi supermom yang sigap memenuhi kebutuhan sekolah anak.
Kadang aku tertawa sendiri. Hidup working mom memang penuh plot twist. Pagi bisa tegang karena harus kirim laporan, siang bisa panik karena anak mendadak sakit, malam harus tetap siap mendengarkan curhat anak tentang teman-temannya di sekolah.
Dan tahu nggak, dari semua itu aku belajar satu hal: dunia kerja dan dunia anak nggak pernah benar-benar bisa dipisahkan. Mereka saling tumpang tindih, saling mengisi, dan justru itulah yang bikin perjalanan ini jadi unik.
Dua Dunia, Satu Hati
Ada kalanya aku merasa lelah. Tubuh capek, pikiran penuh, hati pun ingin istirahat. Tapi saat melihat anak pulang sekolah sambil cerita panjang lebar tentang hari-harinya, semua capek itu seolah cair begitu saja.
Menjadi working mom bukan berarti gagal jadi ibu yang hadir, justru aku merasa aku sedang menunjukkan contoh nyata ke anakku: bahwa perempuan bisa punya peran ganda, bisa bekerja, bisa mengurus keluarga, dan tetap punya ruang untuk dirinya sendiri.
Aku sering bilang ke anakku: “Bunda kerja bukan cuma untuk cari uang, tapi juga untuk menunjukkan kalau perempuan itu bisa berdiri tegak di mana pun.” Dan aku ingin dia tumbuh dengan keyakinan itu.
Self-Reminder untuk Working Mom di Luar Sana
Kalau kamu sekarang juga sedang merasa terombang-ambing antara meeting dan drama sekolah, percayalah kamu nggak sendirian. Kita semua pernah berada di titik itu. Dan berikut beberapa hal kecil yang aku lakukan supaya bisa bertahan:
-
Belajar menerima bahwa nggak semuanya harus sempurna.Ada hari ketika aku telat jemput anak, ada juga hari ketika pekerjaanku nggak maksimal. Itu manusiawi. Yang penting kita terus berusaha hadir di dua dunia itu.
-
Komunikasi dengan anak dan keluarga.Anak perlu tahu kalau mamanya bekerja, bukan karena nggak sayang, tapi justru karena cinta. Dan komunikasi kecil ini penting banget supaya mereka merasa tetap diperhatikan.
-
Take a break untuk diri sendiri.Bahkan superhero pun butuh istirahat. Jadi kalau lagi penat, aku biasanya duduk sambil ngopi sebentar, baca artikel, atau sekadar mendengarkan musik. Itu cara sederhana recharge energiku.
-
Temukan support system.Entah itu pasangan, orang tua, atau sahabat—punya orang yang bisa bantu atau sekadar jadi tempat cerita, itu berharga banget.
Penutup: Dua Dunia yang Membentuk Versi Terbaik Diriku
Hari-hari sebagai working mom memang nggak mudah, tapi justru dari dua dunia inilah aku belajar banyak hal. Dunia kerja mengajarkanku disiplin, fokus, dan bertanggung jawab. Dunia rumah dan sekolah anak mengajarkanku kesabaran, kasih sayang, dan arti kehadiran.
Dan saat keduanya bertemu, aku jadi sadar: aku bukan hanya sekadar perempuan yang bekerja, bukan juga hanya seorang ibu. Aku adalah kombinasi keduanya—seorang working mom yang terus berproses, terus belajar, dan berusaha merayakan setiap hal kecil di antara meeting dan drama sekolah.
Karena pada akhirnya, hidup memang bukan soal memilih satu dunia, tapi tentang bagaimana kita bisa menari di antara keduanya, dengan hati yang penuh.
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)