Life Season di Usia 40-an: Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Jumat, 12 September 2025

Ada momen dalam hidup ketika kita berhenti sebentar, lalu bertanya: “Aku ini sebenarnya lagi ada di fase apa, ya? Kenapa rasanya capek ngejar, tapi kosong kalau berhenti?”

Aku merasakannya tepat di usia 40-an ini. Ada rasa ingin melambat, tapi di sisi lain, ada juga dorongan lama untuk terus membuktikan diri. Ternyata, ini bukan cuma soal umur—ini tentang season hidup yang sedang aku jalani sekarang.

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Life Season: Rooting & Realignment

Kalau usia 20–30-an adalah musim berlari, kejar mimpi, cari pengakuan, maka usia 40-an adalah musim mengakar.

  • Secara emosional, aku merasa tidak lagi butuh validasi sebanyak dulu. Aku lebih peduli apakah hidupku bermakna dan selaras.

  • Secara mental, aku ingin membereskan yang dulu sempat tertunda: luka lama, pola berulang, hal-hal kecil yang selama ini aku abaikan.

Jadi, season ini aku sebut sebagai Season of Rooting & Realignment. Musim ketika kita diajak untuk menata ulang akar hidup—bukan lagi sekadar berlari di permukaan.

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Hidden Lesson: Melepaskan Cara Lama

Pelajaran terbesar yang datang di fase ini adalah belajar melepaskan cara lama menilai diri sendiri.
Selama ini aku sering merasa berharga kalau ada pencapaian. Kalau ada prestasi. Kalau ada validasi.

Tapi pelajaran yang berulang-ulang datang adalah: aku cukup, bahkan tanpa semua itu.
Dan jujur, ini bukan pelajaran yang mudah diterima. Karena ketika aku menolak pelajaran ini, aku merasa:

  • Selalu kurang meski sudah banyak yang aku capai.

  • Hidupku lebih sibuk ngejar target daripada menemukan makna.

  • Aku stuck, padahal sebenarnya aku bisa bertumbuh ke arah baru.

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Pola-Pola yang Sering Terulang

Kadang kita nggak sadar, tapi kita hidup dalam pola yang sama, hanya beda “panggung” saja. Aku coba refleksikan dengan pertanyaan ini (dan mungkin kamu juga bisa ikut jawab):

  1. Dalam hal uang, apakah aku sering ngejar instan lalu cepat lelah, atau bisa konsisten dalam jangka panjang?

  2. Saat ada peluang besar, aku maju penuh atau menunda dengan alasan “belum siap”?

  3. Kalau bikin kesalahan, aku jadikan pelajaran atau malah bukti bahwa aku nggak cukup baik?

  4. Saat fokus, aku bertahan sampai selesai atau malah pindah ke hal lain biar terasa produktif?

  5. Apakah aku sering memberi energi ke orang lain biar dianggap berarti, tapi lupa mengisi ulang diriku sendiri?

Jawaban-jawaban ini bisa jadi cermin untuk melihat pola yang aku ulangi tanpa sadar—di area uang, fokus, bahkan rasa berharga.

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Inner Conflict: Prestasi vs Kedamaian

Di satu sisi, aku punya nilai achievement—aku suka ketika ada bukti nyata, ada yang diakui orang.
Tapi di sisi lain, aku juga punya nilai peace & authenticity—jiwaku nggak lagi mau dikejar target yang nggak soulful.

Di sinilah konfliknya: aku ingin damai, tapi kebiasaan lama masih mendorongku untuk ngejar validasi.

Jalan tengahnya? Bukan berhenti berprestasi, tapi memilih prestasi yang berakar pada alignment. Misalnya menulis, membuat karya, atau terlibat dalam project yang berdampak sosial.

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Merancang Hidup yang Benar-Benar Selaras

Kalau aku bayangkan, hidup yang benar-benar aku mau itu sederhana tapi dalam:

  • Kerja: tetap kreatif, menulis dan berbagi, tapi tidak lagi dari energi “ngejar” melainkan dari energi ekspresi dan koneksi.

  • Ritme: pagi yang tenang, sore yang hangat dengan keluarga, weekend yang penuh healing time.

  • Lingkaran sosial: kecil tapi hangat. Nggak ramai tapi kosong.

  • Diri sendiri: aku merasa cukup, bahkan tanpa performa atau pencapaian besar.

Hidup ini bukan lagi lintasan lari—tapi taman yang aku rawat pelan-pelan.

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

30-Day How I Reset My Self

Kalau mau mulai dari titik yang sederhana, aku coba breakdown jadi 4 minggu:

Minggu 1 – Clarity

  • Journaling tiap pagi: “Apa yang sebenarnya aku butuhkan hari ini?”

  • Declutter kecil (ruang kerja atau HP).

  • Batasi distraksi digital.

Minggu 2 – Structure

  • Bikin ritme harian sederhana: tidur cukup, kerja fokus 2–3 blok waktu, ada istirahat.

  • Pilih 1 project penting → commit 30 hari.

  • Mulai gerak tubuh ringan (jalan pagi/yoga).

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Minggu 3 – Direction

  • Buat vision board/mindmap hidup ideal 3 tahun ke depan.

  • Identifikasi skill/energi yang mau dikembangkan.

  • Latihan bilang “tidak” ke hal yang bikin lelah tapi nggak bermakna.

Minggu 4 – Integration

  • Review progress → apa yang bikin lega, apa yang bikin stuck.

  • Ritual self-reward (self-care, short trip, atau quality time).

  • Simpan kebiasaan kecil yang bikin tenang untuk bulan berikutnya.

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Reset 3 Menit Sehari

Setiap pagi, aku coba tanya ke diri sendiri:
“Kalau hari ini aku hidup dengan jujur pada diriku sendiri, apa yang akan berbeda?”

Pertanyaan kecil ini seringkali jadi kompas, supaya aku nggak lagi jalan dengan autopilot, tapi benar-benar hadir dalam pilihan yang aku buat.

Life Season di Usia 40-an Belajar Melepaskan, Menemukan Akar, dan Merancang Ulang Diri

Penutup

Season hidup di usia 40-an ini ternyata bukan akhir, tapi justru titik balik. Bukan soal berhenti mengejar, tapi belajar mengakar dan merancang ulang hidup dari tempat yang lebih jujur.

Kalau kamu juga sedang ada di fase ini, mungkin kita sama-sama belajar untuk:

  • Melepaskan pola lama,

  • Menghargai proses,

  • Dan merayakan diri apa adanya.

Karena hidup yang selaras bukan soal cepat-cepat, tapi soal menemukan irama yang membuat hati tenang. 

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)