“Aku mulai nulis lagi pas anak udah tidur. Di ruang tamu yang sepi, cuma ada suara kipas angin dan dengusan napas kecil dari kamar sebelah. Tapi dari momen-momen sunyi itulah aku bangun ulang diriku—sebagai content writer, social media specialist, dan blogger yang sekarang kamu kenal.” Well di artikel ini aku akan curhat lagi tentang gimana aku mulai nulis blog dan menjadikannya sebagai hal yang lebih dari sekedar pelarian. Shall we start now ...
Kadang, kita pikir jadi ibu itu artinya berhenti. Berhenti bermimpi, berhenti berkembang, berhenti mencintai hal-hal yang dulu bikin mata kita berbinar. Tapi ternyata, ibu itu bukan akhir cerita. Justru banyak dari kita baru mulai nulis bab baru justru setelah jadi ibu.
Termasuk aku.
Sebagai ibu bekerja, hari-hariku padat. Pagi ngurus anak, trus lanjut kerja di digital agency sebagai Social Media Specialist, malamnya? Harusnya istirahat. Tapi saat rumah udah sunyi dan Darell tertidur lelap, justru saat itulah aku merasa hidup kembali—karena akhirnya bisa ngejar mimpi yang sempat kutunda.
Aku mulai lagi dari nol. Dari blog, dari nulis review kecil-kecilan, dari belajar SEO yang bikin kepala cenat-cenut. Tapi dari situlah, karier keduaku sebagai content writer, blogger, dan digital creator mulai tumbuh. Dari yang awalnya cuma jadi “pelarian,” lama-lama ini jadi karier keduaku.
Cerita Dimulai Antara Bekerja dan Butuh Sampingan Buat Anak Tumbuh
Bayangin, pagi berangkat kerja sambil nyiapin anak balita. Di kantor, deadline dan brainstorming. Pulang, jadi ibu. Tapi hasrat untuk berkarya dan berekspresi itu nggak bisa padam. Jadi waktu yang lain tidur, aku hidup lagi—buka laptop, ngetik, ngulik Canva, belajar bikin konten yang bukan cuma estetik, tapi juga meaningful.
Itu tahun 2016. Darell masih kecil, dan aku kerja full-time. Tapi malam-malam sunyi itu jadi titik balik—di situlah aku mulai serius di dunia digital. Nggak cuma nulis buat diri sendiri, tapi mulai ditawari job review, paid content, sampai jadi freelance content creator.
Dari nulis di blog pribadi www.andiyaniachmad.com, aku mulai dikenal karena tulisan yang jujur dan bernyawa. Brand mulai ngajak kerja sama. Aku juga dapet project nulis artikel SEO untuk UMKM, bantu bikin caption buat akun parenting, sampai dipercaya jadi content strategist buat campaign digital.
Ternyata, yang awalnya jadi “pelarian” dari rutinitas kantor dan rumah, berubah jadi jalur karier kedua yang sama pentingnya.
Dari Blogger dan Content Writer, Peluang Makin Terbuka Jadi Content Creator
Awalnya semua aku lakuin sendiri. Nulis blog post, promosi di media sosial, sampai ngedesain konten pakai Canva. Tapi lama-lama, skill ini beneran jadi modal.
Beberapa brand mulai lirik. Ada yang minta dibuatin review produk, ada yang ngajak kerjasama campaign, bahkan ada yang minta tolong urus konten sosmed mereka. Aku mulai nerima job sebagai content writer, blogger, dan content creator. Dari blog yang awalnya cuma buat nyalurin isi kepala, jadi portofolio hidupku.
Nggak cuma itu. Di waktu yang bersamaan aku juga kerja sebagai Social Media Specialist di digital agency dan startup kesehatan. Di situ aku makin belajar tentang insight audiens, bikin konten relevan, bangun tim kreatif, sampai manage campaign bareng Gen Z.
Bayangin, aku bantu client buatin strategi konten dan editorial plan setiap harinya. Tapi di saat yang bersamaan aku juga bangun personal branding sebagai blogger dan content creator.
Modal Skill dari Kantor, Diterapkan di Dunia Konten
Pengalaman kerja di digital agency bikin aku paham gimana cara bikin konten yang relate sama audiens, bukan cuma bagus secara visual. Aku belajar soal algoritma, timing posting, sampai analisis insight. Semua ilmu itu aku bawa ke blog dan platform pribadi.
Nggak cuma bikin konten buat klien, tapi juga bangun personal branding sendiri. Dan hasilnya? Mulai dikenal sebagai content writer yang khas—hangat, personal, dan relate sama banyak ibu-ibu kekinian.
Networking, Cuannya Dapet, Eksistensinya Jalan
Salah satu hal paling menyenangkan dari kerja di dunia digital itu: kenal banyak orang inspiratif. Dari ibu rumah tangga yang jadi coach online, penulis buku, beauty content creator, sampai tim agency yang super kreatif. Dunia ini luas dan terbuka buat siapa aja yang mau belajar.
Dan ya, ada cuannya juga.
Jujur aja, awalnya aku nggak mikir soal uang. Tapi ternyata dari project freelance, job content creator, sampai menulis artikel SEO friendly untuk brand atau personal brand, semuanya bisa bantu aku menambah penghasilan di luar gaji bulanan dari pekerjaan tetap.
Belajar Seimbang: Ibu, Profesional, dan Diri Sendiri
Tentu nggak gampang. Pernah juga burnout, pernah juga ngerasa bersalah karena waktu main bareng anak tergeser gara-gara deadline. Tapi makin ke sini, aku belajar mengatur ritme. Nggak harus semua perfect, tapi harus jujur sama kapasitas diri.
Yang paling susah bukan bikin kontennya, tapi bagi waktu dan tenaga. Aku belajar banget buat bilang “cukup,” buat tahu kapan harus jeda, dan kapan harus lanjut. Karena ibu yang bahagia itu bukan yang sibuk terus, tapi yang bisa menjaga dirinya tetap utuh.
Sekarang aku tetap kerja full-time di sebuah perusahaan, tapi juga aktif sebagai content creator, blogger, dan content writer. Passionku tetap jalan, tapi peranku sebagai ibu juga tetap utama.
Caranya? Ya itu tadi — pelan-pelan aja, asal jalan. Kadang aku nulis draft di notes HP pas lagi nunggu anak pulang sekolah. Kadang edit video sambil anak ngerjain PR. Fleksibel, realistis, tapi tetap konsisten.
Tips Buat Ibu yang Mau Mulai Karier Digital dari Rumah
Kalau kamu juga lagi kepikiran buat mulai karier digital sebagai ibu dari rumah, ini beberapa hal yang bisa aku bagi:
-
Mulai dari apa yang kamu suka. Suka nulis? Mulai aja dari blog atau caption yang meaningful. Suka makeup? Bikin konten review ringan. Jangan tunggu “sempurna,” karena konsistensi lebih penting dari kemampuan awal.
-
Belajar terus. Banyak banget kelas online gratis tentang copywriting, social media, Canva, dan SEO. Pilih satu bidang yang kamu minati, dan dalemin pelan-pelan.
-
Bangun personal branding. Di dunia digital, keunikan kamu adalah kekuatan kamu. Cerita kamu sebagai ibu itu valid dan menarik. Jangan ragu jadi diri sendiri.
-
Jangan takut mulai kecil. Job pertama bisa jadi cuma Rp50.000, tapi itu bisa jadi batu loncatan ke project Rp5 juta. Semua butuh waktu dan pembuktian.
Rawat mimpi kecilmu. Meski cuma bisa ngerjain seminggu sekali, nggak apa. Yang penting tetap hidup.
-
Nikmati prosesnya. Jangan bandingkan diri dengan yang lain. Setiap ibu punya timeline masing-masing.
Ibu Boleh Punya Mimpi
Menjadi ibu bukan berarti menyerah. Justru banyak ibu yang baru benar-benar mengenal potensi dirinya setelah punya anak. Termasuk aku. Karena saat malam datang, anak udah tidur, dan semua rumah sunyi — itulah waktu di mana aku membangun versi diriku yang baru: lebih berani, lebih kreatif, lebih hidup.
Aku nggak pernah nyangka, kebiasaan nulis malam hari itu bisa bikin aku dikenal, dihargai, bahkan punya penghasilan tambahan. Tapi lebih dari itu, aku jadi tahu: ibu juga boleh bermimpi. Dan kita bisa mulai kapan aja, bahkan sambil ngaduk susu atau nemenin anak ngerjain PR.
Jadi kalau kamu lagi menimbang-nimbang buat mulai, semoga cerita ini jadi dorongan kecil buat kamu percaya: kita bisa punya mimpi, meski sambil gendong anak dan ngetik pakai satu tangan.
Tulis di kolom komentar, kamu lagi kepikiran mau mulai dari mana? Atau justru udah punya langkah kecil yang kamu banggakan? Aku mau banget denger ceritamu.
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)