STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI: Kenapa 'Kerja Keras' Saja Nggak Cukup!

Kamis, 04 Desember 2025

Hei, kita semua pernah di sana. Di hari Minggu malam yang mencekam, saat alarm belum bunyi tapi perut sudah mules, dan kepala dipenuhi to-do list yang nggak ada habisnya. Bukan mules karena lapar, tapi mules karena cemas fisik. Mules karena kamu tahu, besok, kamu harus kembali ke tempat yang perlahan menguras jiwa kamu.

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

Selama ini, kita dididik dalam kultur yang toxic: Nilai dirimu setara dengan level pengorbananmu di kantor.

Kita terbiasa bragging tentang:

"Aku cuma tidur 3 jam semalam, deadline mepet!"

"Aku nggak ambil cuti setahun ini, biar bos senang."

"Aku sakit, tapi tetap join meeting dari tempat tidur, lho."

Seriously? Kenapa kita bangga dengan kelelahan akut? Kenapa kita anggap burnout sebagai badge of honor?

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

Saat 'Totalitas' Jadi Jebakan Paling Beracun

Dulu, aku juga terjebak di sana. Aku selalu jadi yang paling cepat balas chat Slack (bahkan jam 11 malam). Aku selalu bilang "YA" untuk semua tugas tambahan, meskipun tumpukan kerjaku sendiri sudah setinggi Monas. Aku takut dibilang nggak dedikasi, takut dianggap lemah.

Aku pikir, ini adalah cara untuk stand out.

Tapi tahu apa yang stand out? Kantung mataku yang hitam permanen, nafsu makanku yang hilang, dan yang paling parah: Aku berhenti menyukai hal-hal yang dulu aku cintai.

Strava di pagi hari? Terlalu lelah.

Baca buku novel? Otak terlalu penuh.

Ketemu teman? Energi sudah habis untuk pura-pura senyum di depan klien.

Hidupku cuma berputar di sumbu kerja-tidur (itupun tidurnya nggak nyenyak). Aku mencapai titik di mana hari libur bukan lagi tentang istirahat, tapi tentang pemulihan—mencoba kembali ke state normal sebelum kembali hancur lagi.

Itu bukan hidup sehat, guys. Itu namanya bertahan hidup di mode krisis.

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

Alarm Sudah Berbunyi, Kamu Pilih Mana?

Kalau kamu relate dengan cerita di atas, DENGARKAN INI BAIK-BAIK.

Pekerjaan yang layak kamu pertahankan TIDAK PERNAH meminta kedamaianmu sebagai harga bayar. Titik.

Jika kamu merasakan ini, stop over-giving. Kamu sudah kasih terlalu banyak:

  • Mager Hari Minggu Plus Cemas Fisik: Bukan cuma mager biasa, tapi ada rasa takut yang mencengkeram dada saat kamu mikir Senin.

  • Lelah Perpetual: Sudah tidur 8 jam, tapi rasanya kayak baru tidur 2 jam.

  • Kehilangan Joy: Segalanya terasa flat, termasuk hobimu sendiri.

  • Kualitas Hubungan Menurun: Kamu nggak punya bandwidth emosional lagi buat pacar, teman, atau keluarga.

  • The Hope Trap: Bertahan dengan mantra klise: "Nanti kalau proyek ini selesai, pasti membaik." (Spoiler: Nggak akan. Akan ada proyek lain.)

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!


Nilaimu Jauh Lebih Mahal dari Gaji Bulanan

Aku perlu menekankan ini: Nilaimu tidak ditentukan oleh metriks kantor.

Nilaimu tidak diukur dari:

Berapa email yang kamu balas di tengah malam.

Seberapa cepat kamu merespons chat bos saat weekend.

Seberapa sering kamu bilang "Aku kuat, kok!" padahal ingin nangis di kamar mandi.

Kamu tetap berharga, berapapun jam kerjamu.

Self-care bukan privilege, tapi kebutuhan dasar. Kamu nggak bisa menuang dari cangkir yang kosong. Kamu nggak bisa jadi karyawan terbaik, pasangan terbaik, atau teman terbaik kalau kamu sendiri sudah kehabisan bensin.

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

Gini Lho Setting-an Kerja yang Sehat Itu:

Mulai sekarang, ubah cara pandangmu. Kerja yang sehat itu artinya menetapkan batas dan melindungi dirimu sendiri.

  1. Batasan Fisik & Digital: Jam 5 sore/6 sore (sesuai kontrak), laptop tutup. Notifikasi chat kerja di HP? Mute atau Archive sampai jam kerja besok.

  2. "Tidak" Adalah Kalimat Lengkap: Belajar menolak tanpa merasa perlu memberi alasan yang bertele-tele. Cukup: "Terima kasih, tapi saat ini saya tidak bisa ambil tugas itu karena sedang fokus pada X."

  3. Istirahat Itu REAL: Cuti itu diambil, bukan disimpan. Saat cuti, HP kerja dimatikan. Istirahat itu bukan berarti kamu malas, tapi kamu sedang recharge agar performamu besok lebih stabil.

  4. Berani Cabut dari yang Toxic: Jika lingkungan kerjamu sudah terbukti membuatmu sakit (mental/fisik), itu bukan tempat yang layak. Walk away.

STOP KORBAN MENTAL HEALTH DEMI GAJI!

Ingat, guys. Perusahaan itu entitas yang bisa mengganti orang. Mereka akan pasang iklan baru besok pagi kalau kamu resign.

Tapi kamu? Kamu hanya punya satu tubuh, satu pikiran, dan satu kesempatan hidup.

Pilih dirimu dulu. Always.

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)