Banjir Informasi Bikin Kepala Panas? Ini Cara Jaga Kewarasan Tanpa Jadi Buta Dunia.

Setiap pagi, kebiasaan pertamaku selalu sama: buka HP. Scroll sebentar buat cek notifikasi kerjaan, grup keluarga, sampai akhirnya terjebak juga di timeline yang penuh update berita. Kadang pengennya cuma liat video lucu buat mood booster, tapi apa daya, muncul berita soal perang, kekerasan, kasus pelecehan, sampai kebijakan pemerintah yang rasanya bikin jidat makin berkerut.

Aku nggak tau kapan tepatnya aku mulai ngerasa jengah. Rasanya kayak tiap hari ada aja kabar buruk. Bahkan di saat kita pengen mulai hari dengan semangat, scroll timeline malah bikin energi luntur. Tapi kalau nggak update info sama sekali, aku juga takut jadi 'buta dunia'. Jadi sebenarnya… gimana sih cara melindungi mental dari distraksi informasi tanpa harus menutup mata sepenuhnya?

Awalnya aku pikir solusi terbaik adalah uninstall semua aplikasi berita. Tapi ya mana mungkin. Aku kerja di bidang yang butuh tau update terkini. Jadi aku coba cara lain: set boundaries alias bikin batasan.

Pertama, aku batasi jam scroll informasi. Aku punya waktu khusus buat baca berita, biasanya sore hari pas kerjaan udah agak longgar. Jadi pagi dan malam sebelum tidur nggak kugunakan untuk 'minum racun informasi' yang bikin kepala panas.

Kedua, aku mulai kurasi akun atau media apa aja yang layak aku konsumsi. Kalau dulu semua akun berita aku follow, sekarang aku pilih yang gaya penulisannya nggak memprovokasi atau bikin panik. Aku juga lebih suka akun yang ngasih solusi atau insight, bukan sekadar clickbait.

Ketiga, aku belajar untuk pause sejenak tiap kali ngerasa overwhelmed. Ada momen di mana setelah baca berita soal perang, aku nangis. Sedih dan marah jadi satu. Aku sadar nggak sehat kalau diterusin. Jadi aku izinkan diri sendiri buat berhenti sejenak, tarik napas, meditasi ringan, atau sekadar minum teh hangat sambil denger musik santai.

Aku juga bikin kesepakatan sama diri sendiri: aku nggak bisa bantu semua isu. Jadi aku pilih fokus. Misalnya, kalau soal bencana alam di Indonesia, aku akan cari lembaga terpercaya buat donasi. Kalau soal konflik di luar negeri, aku sebatas baca update sesekali dan ikut campaign donasi yang kredibel. Ini cara kecilku buat tetap terlibat tanpa harus terpapar tiap detik.

Yang nggak kalah penting, aku punya support system buat ngobrol. Teman-teman yang juga peka sama isu-isu global tapi tau kapan harus berhenti bahas kalau udah terasa berat. Obrolan sama mereka bikin aku sadar, kita semua berproses buat tau kapan harus peduli dan kapan harus jaga diri.

Aku juga selalu inget kata-kata temanku: "Bukan kamu nggak peduli, tapi kamu juga manusia yang punya kapasitas terbatas." Dan itu nggak apa-apa. Kita nggak harus tau semuanya, karena yang penting adalah bagaimana kita tetap berempati tanpa harus tenggelam.

Sekarang, kalau ada berita berat yang viral, aku nggak langsung klik. Aku kasih waktu jeda. Kalau aku merasa siap, baru aku baca. Kalau belum siap, aku skip dulu. Aku percaya, menjaga kewarasan itu juga bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri.

Karena kalau kita tumbang duluan karena berita-berita itu, siapa lagi yang bisa terus melanjutkan langkah baik? Empati itu penting, tapi kesehatan mental juga nggak kalah penting.

Jadi buat kamu yang juga sering overwhelmed sama derasnya informasi, coba deh beberapa cara ini:

1. Tentukan jam khusus untuk konsumsi berita.

2. Kurasi akun media atau sumber berita yang kamu ikuti.

3. Izinkan diri buat jeda kalau mulai lelah.

4. Pilih fokus isu yang bisa kamu bantu.

5. Bangun support system buat saling menguatkan.

Kita nggak perlu jadi pahlawan buat semua isu, tapi kita bisa jadi manusia yang tetap peduli dengan cara yang sehat.

Karena pada akhirnya, dunia memang nggak akan pernah sepi dari kabar buruk. Tapi kita bisa memilih untuk tetap menjaga kewarasan sambil tetap jadi bagian dari perubahan.