Beberapa waktu lalu, aku pernah banget ditolong sama teman kantor saat sedang kalut soal pekerjaan. Waktu itu aku kebingungan cari data untuk laporan bulanan, deadline sudah mepet, kepala rasanya mau meledak. Di saat aku hampir menyerah, teman sekantorku tiba-tiba bilang, "Aku ada file-nya, nih. Mau aku bantuin rapihin?"
Nggak butuh waktu lama, file yang kutunggu-tunggu beres dalam hitungan jam. Rasanya kayak nemu oase di tengah padang pasir. Lega sekaligus… malu. Aku langsung mikir, "Aduh, aku jadi berutang budi nih." Aku nggak pengen dianggap nggak tahu diri atau nggak tahu terima kasih.
Ternyata nggak cuma aku yang pernah merasa begitu. Kita sering tanpa sadar menganggap setiap kebaikan orang lain itu jadi 'utang budi' yang bikin kita nggak nyaman. Padahal nggak semua orang ngasih pertolongan dengan niat bikin kita merasa berhutang. Kadang mereka bantu karena memang peduli, atau sekadar karena mereka mampu.
Aku jadi kepikiran, jangan-jangan selama ini kita kebanyakan mikir dengan pola pikir transaksional. Kalau dibantu, ya harus balas. Kalau ditolong, harus segera membalas budi. Tapi apa iya relasi antar manusia harus selalu diukur pakai hitung-hitungan kayak gitu?
Sekarang, tiap kali aku ditolong, aku selalu bilang dalam hati, "Ini bukan utang. Ini pengingat kalau aku juga harus siap jadi penolong buat orang lain." Jadi energi kebaikan itu nggak berhenti cuma di aku, tapi lanjut mengalir ke orang lain. Aku percaya, Tuhan kirim bantuan lewat tangan siapa saja yang dipilih-Nya. Jadi aku cukup bersyukur, nggak perlu merasa tertekan.
Aku juga belajar untuk nggak sungkan berterima kasih dengan tulus. Kalau memang bisa dibalas langsung, ya aku lakukan. Kalau nggak bisa? Aku cari cara lain. Kadang sekadar kasih mereka makanan favoritnya, bantu di project lain, atau bahkan sekadar jadi pendengar yang baik saat mereka lagi butuh teman cerita. Biar mereka tahu, aku nggak lupa sama kebaikan mereka.
Cara lain yang sering aku lakukan adalah menjaga hubungan baik tanpa pamrih. Jadi nggak cuma datang waktu butuh aja. Kadang aku sempatkan kirim pesan random, nanyain kabar, atau share info yang mungkin mereka perlukan. Biar mereka juga ngerasa dihargai sebagai manusia, bukan cuma fungsi.
Aku percaya, rasa nggak enak hati karena merasa berutang itu muncul karena hubungan kita sama orang tersebut memang sebatas transaksional. Makanya aku selalu berusaha membangun relasi yang genuine. Biar ketika ada yang bantu, aku bisa menerimanya dengan ringan tanpa merasa harus buru-buru membalas.
Aku ingat pernah baca kutipan, "Balas budi itu nggak selalu harus ke orang yang sama." Kadang, membalasnya dengan membantu orang lain justru lebih bermakna. Kayak estafet kebaikan yang nggak boleh putus. Kalau kamu nggak bisa langsung membalas ke orang yang bantu, bantu aja orang lain yang lagi butuh. Universe akan bekerja untuk menyeimbangkan semuanya.
Ada juga satu hal penting yang aku pegang, yaitu komunikasi yang jelas. Kalau memang merasa sangat terbantu dan belum bisa membalas, nggak apa-apa bilang aja, "Makasih banget ya, aku belum bisa bantu balik sekarang, tapi aku akan ingat ini." Komunikasi kayak gitu justru bikin hubungan lebih nyaman dan nggak ada prasangka.
Pernah juga satu momen, aku kebantu banget sama temenku waktu aku lagi mentok cari ide konten buat kerjaan. Dia bantu brainstorm tanpa diminta, bahkan kasih referensi dan insight. Aku merasa sangat terbantu, tapi aku juga nggak mau terus-terusan 'menerima'. Akhirnya aku balas bantu dia di project lain yang dia kerjain, walaupun dia nggak minta.
Menurutku, utang budi jadi berat kalau kita menahannya sendiri tanpa diolah jadi aksi. Tapi kalau langsung direspon dengan aksi nyata, baik ke orang yang sama atau orang lain, rasanya plong. Nggak ada beban.
Dan satu lagi, penting juga untuk jadi pemberi yang nggak membuat orang lain merasa berutang budi. Aku selalu berusaha bantu tanpa bikin orang lain nggak enak hati. Niatnya bantu ya bantu aja, nggak perlu diungkit atau diingatkan terus.
Akhirnya aku paham, hidup itu kayak putaran energi. Kita nggak selalu bisa balas kebaikan langsung ke pemberinya, tapi energi baik itu pasti akan balik ke kita dengan cara yang seringkali nggak kita sangka.
Jadi sekarang, kalau ada yang bilang, "Santai aja, nggak usah ngerasa utang budi," aku udah nggak canggung lagi. Karena aku tahu, aku punya PR untuk terus berbuat baik. Bukan buat bayar utang, tapi buat menjaga aliran energi baik itu tetap hidup.
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)