Ternyata Usia 40-an Gak Serem, Cuma Butuh Versi Diri yang Lebih Jujur

Selasa, 10 Juni 2025

“Katanya, usia 40 itu titik balik. Tapi bagiku, justru ini titik tumbuh. Tempat di mana luka-luka lama bukan lagi tempat tinggal, tapi jadi bahan belajar. Tempat di mana tubuh gak lagi jadi ajang kompetisi, tapi jadi rumah yang perlu dirawat. Tempat di mana kita mulai gak ngoyo ngejar validasi, karena yang paling penting sekarang: damai sama diri sendiri.” Well, di tulisan kali ini aku akan bener-bener naked truth tentang gimana sih rasanya menginjak usia 40? Shall we start now beb ...

Ternyata Usia 40-an Gak Serem, Cuma Butuh Versi Diri yang Lebih Jujur

Pernah gak sih ngerasa tiba-tiba hidup kayak lebih sunyi tapi... dalem? Di usia 40-an, aku mulai sadar bahwa yang aku cari bukan lagi tepuk tangan atau pencapaian yang bikin heboh. Tapi kejujuran—sama diri sendiri.

Usia 40 itu bukan fase yang menakutkan, tapi justru bikin aku lebih paham: apa yang penting, apa yang cukup, dan apa yang bisa dilepas tanpa merasa gagal. Tulisan ini bukan sekadar refleksi, tapi juga pengingat: kita boleh tumbuh dengan tenang, tanpa harus selalu terlihat menang.

Iya sih, sampai di usia kepala empat, hidup memang gak lagi se-riuh dekade sebelumnya. Tapi justru di sinilah aku merasa… aku sedang mekar. Mungkin bukan yang paling cerah atau paling heboh, tapi tumbuh dengan akar yang lebih dalam.

Ternyata Usia 40-an Gak Serem, Cuma Butuh Versi Diri yang Lebih Jujur

Jujur, dulu waktu umur 30-an akhir, aku sempat takut banget ngebayangin angka 40. Takut gak keren lagi, takut ketinggalan tren, takut gak bisa ngejar mimpi.

Tapi kenyataannya… saat usia ini datang, hidup justru terasa lebih ringan. Lebih jujur.

Aku gak lagi sibuk pura-pura kuat, atau pengen validasi dari luar. Sekarang, aku lebih memilih diam sebentar, bertanya ke diri sendiri: "Apa yang benar-benar bikin aku bahagia hari ini?"

Waktu Nggak Lagi Tentang Lomba Cepat-Cepatan

Dulu, aku suka banget mikir kalau hidup tuh semacam lomba: siapa cepat dia dapat. Dulu, umur 20-an dan awal 30-an, rasanya sibuk banget ngumpulin pencapaian—posisi daam pekerjaan, status hubungan, prestasi anak, isi rekening. Semua dicatat kayak checklist yang harus segera dicentang.

Ternyata Usia 40-an Gak Serem, Cuma Butuh Versi Diri yang Lebih Jujur

Tapi di usia 40-an? Checklist-nya berubah.

Sekarang aku lebih mikir:
“Aku udah cukup istirahat belum hari ini?”
“Aku masih bisa jujur sama diri sendiri nggak?”
“Aku udah berterima kasih belum sama tubuh yang udah nemenin sejauh ini?”

Yang dulu kupikir ‘kejar target’, sekarang berubah jadi ‘udah ngobrol sama diri sendiri?’. Dan ternyata rasanya lebih tenang, lebih jujur, dan lebih sehat juga.

Tubuh Nggak Harus Sempurna, Tapi Layak Dirawat

Ini bagian yang cukup ngena buatku. Di usia 40-an, metabolisme berubah, energi nggak selalu stabil, dan jujur aja… bentuk tubuh juga udah beda. Ya, tubuhku berubah. Daya tahan gak sekuat dulu. Muka gak se-segar umur 25. Tapi sekarang aku bisa bilang, "Terima kasih ya, tubuh, udah nemenin aku sejauh ini."

Tapi di titik ini aku juga belajar: tubuh bukan sesuatu yang harus ‘ditaklukkan’. Dia teman seperjalanan. Kadang rewel, kadang lelah, tapi tetap setia.

Ternyata Usia 40-an Gak Serem, Cuma Butuh Versi Diri yang Lebih Jujur

Kalau dulu aku olahraga supaya bisa kurus. Sekarang aku olahraga supaya tetap kuat. Aku mulai olahraga ringan bukan buat kurus, tapi biar gak gampang capek.

Kalau dulu aku skincare-an biar kelihatan ‘muda’. Sekarang aku rawat wajah karena dia berhak dapat sentuhan sayang setelah bertahun-tahun nemenin berbagai ekspresi hidup.  Di usia ini, aku belajar mencintai tubuhku tanpa syarat.

Tubuh ini saksi hidup kita. Bukan musuh yang harus dikritik tiap hari.

Relasi yang Lebih Selektif, Tapi Jauh Lebih Bermakna

Ada yang bilang usia 40-an tuh bikin pertemanan makin sepi. Tapi menurutku bukan sepi—lebih tepatnya: bersih.

Lingkaranku mungkin gak sebanyak dulu, tapi lebih hangat dan jujur.
Sama pasangan, aku mulai terbiasa ngobrol tentang masa depan tanpa drama.
Sama anak, aku belajar dengerin lebih banyak daripada nyuruh.
Ternyata, komunikasi yang jujur itu kunci bertumbuh bareng, bukan saling mendominasi.

Nggak semua orang harus diajak masuk ke ruang dalam hidup kita. Di umur segini, aku lebih paham batasan. Mana relasi yang sehat, mana yang draining. Mana yang hadir karena tulus, mana yang cuma mampir pas butuh.

Aku juga makin bisa bilang “nggak”. Bukan karena sombong, tapi karena sadar energi kita terbatas. Dan itu bukan hal yang harus disalahkan. Justru dengan sadar batas, kita jadi bisa lebih hadir buat orang-orang yang benar-benar penting.

Ternyata Usia 40-an Gak Serem, Cuma Butuh Versi Diri yang Lebih Jujur


Impian Nggak Harus Selalu Baru, Tapi Harus Tetap Menyala

Dulu aku pikir mimpi tuh cuma untuk anak muda. Tapi makin ke sini, aku sadar: mimpi bukan soal usia, tapi soal keberanian untuk tetap punya harapan.

Mimpi aku sekarang tuh nggak lagi soal tampil paling bersinar. Tapi soal bisa tetap berkarya dari rumah, bisa jadi versi terbaik dari diri sendiri buat Darell, bisa tetap nulis dari hati dan menyentuh hati pembaca di luar sana.

Dan itu semua valid. Nggak perlu dibandingin sama orang lain. Karena perjalanan kita beda. Waktunya juga beda.

Sekarang aku lebih menikmati proses.
Misalnya:

  • Nulis blog kayak gini bukan buat viral, tapi buat nyampein isi hati.

  • Ngonten bukan buat tenar, tapi biar bisa berbagi dan terhubung.

  • Belajar skill baru bukan buat CV, tapi biar otak gak berhenti berkembang.

Ternyata Usia 40-an Gak Serem, Cuma Butuh Versi Diri yang Lebih Jujur

Usia 40-an: Saatnya Berdamai dan Bertumbuh

Jadi kalau kamu yang baca ini juga sedang ada di fase usia yang sama, atau menuju ke sana… peluk dirimu sendiri. Kita semua sedang belajar.

Bukan untuk jadi sempurna. Tapi untuk tetap tumbuh.

Bukan untuk memenuhi ekspektasi siapa-siapa. Tapi untuk hidup lebih jujur dan penuh makna.

Bukan untuk kelihatan hebat di luar. Tapi supaya tetap hangat di dalam.

Karena ternyata, jadi dewasa tuh bukan soal tahu semuanya, tapi berani bilang, “Aku belum tahu, tapi aku mau terus belajar.”

Dan kalau kamu tanya, apakah aku takut bertambah usia? Jawabannya: tidak.

Karena di usia ini, aku lebih kenal diriku sendiri. Dan itu… rasanya priceless.

Ternyata Usia 40-an Gak Serem, Cuma Butuh Versi Diri yang Lebih Jujur

Kesimpulan

Usia 40-an ini ngajarin aku satu hal penting:
Kita boleh pelan, asal jujur. Kita boleh berubah arah, asal gak lupa diri.
Dan yang paling penting, kita gak perlu takut sama waktu.
Karena ternyata, waktu bukan lawan. Dia cuma pengingat bahwa kita punya banyak versi untuk dijalani.
Versi yang lebih tenang. Versi yang lebih bijak. Versi yang akhirnya... lebih jujur
.

Nah, kamu juga lagi ada di usia 40-an? Atau sedang menuju ke sana? Ceritain dong, apa hal yang paling kamu syukuri dan pelajari di fase ini?

Tulis di kolom komentar ya. Siapa tahu, cerita kita bisa saling menguatkan. 

Kalau kamu setuju artikel ini bikin adem dan ngerasa gak sendirian, jangan lupa share ke teman yang lagi butuh bacaan santai tapi ngena. Hidup itu gak harus heboh, yang penting: tetap bertumbuh.

17 komentar

  1. Aaah...bener banget yang ditulis di sini, Mbak Ai. Di umur 40-an ini aku ga lagi berusaha "berlomba" tapi hidup penuh makna aja. Soal pencapaiaan tetep mesti dikejar menurutku, tapi bukan untuk dapet penghormatan dari orang lain, melainkan lebih ke membahagiakan diri sendiri.

    keren-keren banget semua tulisan Mbak Ai. Love it!

    BalasHapus
  2. Aku suka banget sama quote2 nyaaa,,bener2 ngenaaa mbaa,,,sebagai sesama 40-an ini jadi semacam pintu refleksi apakah aku juga spt itu?? dulu mikir usia 40an itu takut banget sudah tua lah sudah gak berkembang lah dll tapi ternyata tidak semenakutkan itu kalo kita bisa menjalaninya dengan lebih bermakna..gak butuh lagi validasi hanya ketenangan jiwa

    BalasHapus
  3. Sepakat mbak, yang penting aku bahagia sekarang mah. Awalnya kupikir egois eh tapi ternyata ada temannya 😂😍 Sekarang saatnya menikmati hidup, mensyukuri segala hal yang ada pada diri kita

    BalasHapus
  4. Tulisan yang menyentuh hati. Semua kata demi kata saya resapi dan saya setuju banget dengan semuanya. Btw, saya akan semakin dekat dengan usia tersebut. Semoga selalu diberikan kesehatan dan umur panjang untuk tetap bersyukur dan berterima kasih kepada yang Menciptakan tubuh ini.

    BalasHapus
  5. Hai Kak Aie, salam kenal. Saya juga sedang di awal-awal fase usia 40. Rasanya nano-nano, kadang terpikir bagaimana dengan waktu-waktu mendatang di usia 50 atau bahkan 60, tapi Allah benar-benar maha membimbing, ada saja momen yang membuat kita bisa merasa tenang untuk menjalani saja skenario-Nya, sepakat sih, salah satu tipsnya lebih jujur saja terhadap diri kita sendiri

    BalasHapus
  6. Aku kalau inget dulu menuju 40 tahun juga membayangkan banyak hal, tapi karena pas usia segitu aku hamil Binar, jadi lebih fokus takut terjadi apa-apa dengan kehamilanku, anakku. Nah, kalau sekarang aku lagi ngadepin menuju 50 tahun, lebih ke aku takut amal yang kulakukan masih begitu tipis, dan bekal ke akheratnya kurang

    BalasHapus
  7. Life begin at forty katanya mbaa...welcome to the club 40. Kalau yang saya rasakan dulu saat mulai menginjak usia 40 adalah circle teman semakin sedikit...teman saya bisa dihitung dgn jari..sedikiit. tidak begitu banyak target ininitu semua berjalan let it flow ...mimpi pasti ada tapi gak gimana lagi gitu...semua berjalan apa adanya mengikuti aliran hidup.

    BalasHapus
  8. Sebagai yang awal tahun ini masuk usia 40, merasakan juga sih beberapa dari hal yang disebutkan di atas. Tapi juga sekaligus pengingat buat menghubungi sahabat-sahabat lama yang sekian lama terpisahkan oleh jarak dan kesibukan (karena kota penugasan yang berbeda-beda), biar tetap terjaga hubungan meski jelas tak seintens dulu.

    BalasHapus
  9. Deep banget sih mbak Tentang melepas tanpa merasa kalah ini berat mbak hihihi tapi bisa pasti bisa, di usia yang tak perlu berlomba-lomba tapi merasa cukup sudahlah ya bersyukur saja

    BalasHapus
  10. kalau buatku umur 40 itu membuat sadar pentingnya menjaga kesehatan karena memasuki umur 40 tahu-tahu kolesterol naik trus lutut sakit kalau kebanyakan duduk. huhu

    BalasHapus
  11. Saya sempat takut ketika mau memasuki kepala 4. Tapi, setelah dijalani, ternyata biasa aja. Malah kayaknya hidup jadi lebih santai. Berasa jadi semakin dewasa aja

    BalasHapus
  12. Rasanya uda semakin mature dalam berpikir, bertindak dan berkomunikasi membangun relasi yaa..
    Usia memang hanya sekedar angka, tapi beneran menjadi reminder kita semua agar lebih menghargai apa yang sudah ada daripada mengejar yang belum ada.

    Selamat terus bertumbuh, ka Aie..
    Senang bisa membaca refleksi usia 40.

    Semoga hidup ini menjadi lebih bermakna bagi diri sendiri dan orang-orang yang kita sayangi.

    Barakallaahu fiik~

    BalasHapus
  13. Waktu itu, tetangga aku cerita yang usianya 40 tahun lebih. Ceritanya sama persis dengan postingan ini, Mba. Usia 40-an itu katanya malah lebih peduli dengan diri sendiri dan bisa lebih jujur.

    BalasHapus
  14. Pengingat daku ini tatkala menanjak ke usia 40.
    Ternyata yang dipikirin udah berbeda ya Kak Aie dari sewaktu usia 30an.
    Pokoknya sehat² selalu ya Kak, jangan lupa ngopi wkwkwk

    BalasHapus
  15. otw 40 nih mbaa dan yes merasa umur 20-an itu kejar pencapaian sana-sini, umur 30-an masih aktif ngurusin dunia luar, eh sekarang malah lebih selow mikirin diri sendiri dan circle terdekat apa sudah berusaha optimal dengan tanggung jawab utama. Trus... tetap belajar untuk perkembangan diri, alhamdulillah.

    BalasHapus
  16. Setuju mbak yani, umur hanyalah sebuah angka. Karena cuma waktu yang menentukan seperti apa kita kedepannya. Apakah akan sama seperti hari kemarin, atau bahkan lebih buruk dari hari ini?.

    BalasHapus
  17. Duh menyentuh sekali kak tulisannya. Ini emang benar2 dari hati deh nulisnya. Soalnya bener semua sih. Usia 40-an emg kayak semenakutkan itu. Apalagi kalo kita belum punya apa2 utk dibanggain. Terlepas dari itu, tulisan ini bukan ngejudge lo itu hrs berbuat lebih. Tapi lebih bisa berdamai ke diri sendiri. Dan itu yg bikin hidup kita lbh bahagia.

    Kalo pun bisa dikejar, ya emg hrs dikejar. Tapi kalau sudah mentok, ya sudah. Mgkn itu bkn jalannya. Di situlah kita hrs berdamai ke diri sendiri. Termasuk dlm hal pertemanan. Dikit gpp asal berkualitas. Daripada banyak teman tapi malah diperalat. Dimintain tolong mulu alias dimanfaatin gw. Haha.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisanku ini, bahagia deh rasanya kalo kamu bisa berkomentar baik tanpa ngasih link apapun dan enggak SPAM. :)